Jumat, 08 Agustus 2014

5 Hari 4 Malam [ Live in Getasan, Salatiga ]

                                      Tepatnya 21 Oktober 2013 sekolahku mengadakan live in ke Desa Getasan yang berada di daerah Kopeng, Salatiga selama 5 hari 4 malam. Waktu yang cukup lama pikirku, untuk tinggal di tempat yang mungkin tidak biasa. Sesampainya di lokasi,  aku dan teman teman turun dari bis di Desa Padan, kami berkumpul dan diberitahu oleh pengurus bahwa aku akan tinggal di rumah Bapak Trimo serta ditunjukan dimana tempat tinggal yang akan aku tinggali nantinya. Rumah mereka bercat biru. Setelah itu aku langsung menuju ke rumah itu bersama teman serumahku nantinya, Verina. Dekat dengan rumah Bapak Trimo, aku melangkahkan langkahku dengan pelan. Disana ada seorang ibu yang sedang hamil cukup tua, lantas temanku menanyakan yang mana rumah Bapak Trimo karena dalam satu wilayah bangunan itu terdapat dua rumah yang saling berhubungan. Ibu itu lalu berkata bahwa dialah istri dari Bapak Trimo, yaitu Ibu Yanti. Mendengar hal itu kami langsung bersalaman serta mengenalkan diri dan diantar ke kamar tidur. Saat kami masuk ke rumah Ibu, aku berpikir bahwa rumah ini tergolong sangat bagus, beralaskan keramik, berbagai fasilitas ada, dan kamarnya pun diberi spring bed yang besar. Setelah menaruhkan barang barang kami di kamar, kami keluar ke ruang tamu untuk bercakap cakap dengan Ibu. Kami disambut dengan sangat baik serta sangat ramah, merekapun menyiapkan snack dan teh untuk kami. 


Aku - Verina - Evan - Aryo
                      Ternyata di sebelah rumah Ibu itu adalah rumah orang tuanya, yaitu Pak Marimin dan istrinya. Rumah tersebut juga ditinggali oleh temanku, yaitu Evan dan Aryo. Suasanapun sudah cukup mencair , diantara kami ada yang bertanya dimanakah suami Bu Yanti? . Ternyata suami ibu, Bapak Trimo sedang bekerja di Jogjakarta sebagai penjual telur dan besok akan pulang ke rumah ini. Ibu juga mempunyai seorang anak perempuan bernama Octa atau biasa dipanggil Tata yang saat ini berada di bangku 5 SD, selain itu juga ada anak laki laki berkulitkan hitam manis bernama Tegar , ia adalah anak dari saudara Ibu yang bekerja di luar kota. Setelah cukup berbicara serta mencairkan suasana yang tadinya tegang, aku pun pergi ke depan rumah untuk melihat lihat suasana sekitar, oh ... sungguh pemandangan yang jarang atau mungkin tidak pernah ku dapatkan di kota. Aku, Verina, Aryo, dan Evan pun mulai bercanda dengan adik adik. Kami pun bermain ular tangga. Iringan senyuman mengitari suasana itu. Aku sangat bangga sekali, karena bisa melihat senyum teman, dan adik adikku. Karena aku tidak punya adik, aku merasa bahwa aku harus menjadi kakak yang baik untuk mereka.


What a beautiful scene!
         Keesokan harinya Pak Trimo pulang ke desa ini. Kami pun senang dan berkenalan dengan Bapak, ternyata ia sangat ramah dan murah senyum. Pekerjaan Bapak jikalau pulang kampung halaman  adalah membantu Pak Marimin mencari rumput diladang. Setiap pagi kira kira jam setengah tujuh kami mengantar Tegar dan Tata ke sekolah, melewati jalan yang tidak biasa bagiku. Dengan santai mereka melangkahkan kaki ke jalan yang menaik dan menurun, tapi aku? Nafasku keluar dengan cepat alias ngosngos an dan kakiku pun cepat pegal. Belum ditambah sandal yang tidak terlalu tebal miliku  jika menahan batu dibawah rasanya sangat perih sekali. Setelah itu , kita berempat pun kembali kerumah dan membantu Bapak  mencari rumput. Bisa dibilang bahwa kami berempat seperti rekan yang saling membantu. 


                 Kami pun pergi ke ladang atau bisa dibilang seperti hutan. Perjalanan kesana memang membutuhkan banyak tenaga, yah mungkin karena aku dan teman teman tidak terbiasa dengan berjalan kaki ditambah jalan yang menaik dan menurun serta berbatuan. Kamipun sudah sampai ke ladang dengan membawa arit. Kucoba mengarahkan arit kerumput yang tingginya kurang lebih setinggiku dan memegangnya, aaah! Ternyata batang rumput itu dipenuhi oleh bulu-bulu kecil. Tanganku sangat gatal. Mau tak mau aku harus melaksanakan tugas ini. Bagaimana bisa aku yang muda kalah dengan kakek yang berusia jauh lebih tua dariku? Mungkin aku belum terbiasa saja. Ku coba menahan kemanjaanku, dan sedikit demi sedikit taklukan perasaan malas, kesal, bosan ku dengan menumbangkan beberapa rumput liar itu. Senyum Pak Marimin terlihat di mukanya melihat kami yang kaku memotong rumput ini. Setelah beberapa rumput sudah terkumpul, rumput tersebut di ikat dengan daun papaya yang sudah kering. Kumpulan itu pun diangkat satu persatu oleh kami atau kadang kadang berdua – dua. Walaupun “porsi” rumput itu jauh lebih sedikit dari punya Bapak bahkan sudah diangkat berdua dua kamipun masih kalah kuat darinya, kadang aku juga banyak mengeluh.. Lalu ku lihat Pak Marimin yang walaupun mungkin tidak mudah untuk mengangkatnya , ia tidak pernah sekalipun menggerutu. Kegiatan ini aku lakukan setiap harinya selama kurang dari 5 hari 4 malam. Bahkan ada bekas luka di kulitku yang masih membekas di kaki dan tanganku akibat kegiatan itu.

- Lisa adelin 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar